
Dalam rangka memperingati Hari Puisi Nasional, Warta Kema melakukan penerimaan terbuka karya puisi untuk berbagai tema. Berikut adalah kumpulan puisi yang telah Warta Kema himpun dari Sobat Warta dalam tajuk ‘Suara Wong Cilik’.
Untuk Apa?
Oleh: Bismoko Nizaar Astarya, Universitas Padjadjaran
Untuk apa adanya sebuah negara?
Apabila rakyatnya malah sengsara
Untuk apa berpegang pada demokrasi?
Apabila tak bisa menyampaikan aspirasi
Wahai anggota Dewan Perwakilan yang terhormat
Nampaknya investasi adalah nomor satu
Kacamata kuda terhadap rakyat yang melarat
Merupakan ciri terkental darimu
Wahai mentri yang terhormat
Bebaskanlah napi koruptor sesuai hasratmu
Lain cerita dengan pencuri baut
Yang kau bui tanpa rasa dari kalbu
Untuk apa adanya sebuah negara?
Apabila kita malah saling tusuk sana-sini
Untuk apa berpegang pada demokrasi?
Apabila mengkritik diganjar bui
***
Asa Singkong Keju
Oleh: Aldy Nofansya, Universitas Padjadjaran
Gaduh hati ini merasa dua rasa di dalam satu asa
Terpaksa ku rasakan apa yang tak ingin ku rasa
Namun aku tidak bisa menolak
Sebagai pemegang asa aku harus merasa
Hentakan jiwa memaksa aku berkata
Kata-kata yang tak mampu ku ucap karena perbedaan rasa
Namun aku tidak bisa menolak
Kujelaskan dua perbedaan rasa pada orang yang harus merasa
Rasa pertama untuk orang yang harus merasa
Aku Merasa…
Dengan singkong mereka tak makan dawai
Dengan singkong mereka tak makan jangat
Dengan singkong mereka bisa menyosoh makan
Wahai pemakan singkong, buatlah seenak mungkin singkongnya
Mereka ada dimana-dimana
Rasa kedua untuk orang yang harus merasa
Aku Merasa….
Dengan keju mereka taburkan
Dengan keju mereka kuasakan
Dengan keju mereka segalakan
Wahai tukang keju jual pulalah keju kalian pada orang yang membutuhkan
Mereka ingin merasakan asinnya keju
Banyak langkah yang mereka pijakan
Banyak tamparan yang mereka rasakan
Banyak suara yang tidak didengarkan
Wahai pemegang tongkat keseimbangan,
seimbangkanlah, seimbangkanlah gula pasir dan gula jawa di belakang
Mereka sama-sama manis
Tuhan, maaf, izinkan aku maju selangkah
Untuk merasa apa yang sebenarnya tak ingin ku rasa
Karena hati memaksa, memaksa untuk lebih merasa
Sampai hati dan mulut ini paham dua rasa yang dirasa
Dilema betanya-tanya
Kenapa dua rasa hidup pada satu asa dalam satu bangsa?
Lantas, siapa aku? Dan ternyata aku hanya seorang perasa
Keingan kuat namun lemah tak berdaya
Hanya tulisan pada pena ini ku sampaikan rasa.
Sudahlah aku hanya berandai rasa
Rasa memanusiakan manusia
Oh ya, bagaimana rasa singkong keju?
***
Anda untuk Anda
Oleh: Agung Muhammad Iqbal, Universitas Padjadjaran
Hai Kamu,
Iya Kamu,
Di mana dirimu berdiri
Aku sudah penat dan linglung
Iya Kamu,
Yang sedang duduk di sana,
Apakah kamu mendengarkanku
Aku sudah letih dan dan lelah dengan semua
Apakah Kamu Dengar?
Aku di bawah sini,
Di mana?
Tepat di bawah pijakanmu
Seperti apa bentukmu?
Aku sendiri pun tak tau bagaimana rupaku
Ada apa gerangan?
Sampaikan pada anak cucumu, jaga diriku yang di bawah sini
Aku sudah tua dan tenagaku sudah mulai lemah
***
Bayang-Bayang Dewi Keadilan
Oleh: Raka Putra, Universitas Padjadjaran
Bus….. Bus macam apalagi itu?
Telingaku rutin mendengar Omnibus itu
Tikus-tikus itu pengendali bus, memberi makan si buta serakah
Tikus-tikus yang melingkar sebagai dewa negara, memberi ruang bagi si buta
Apa tikus-tikus itu si buta juga?
Suatu hal mengalihkan pandanganku
Si robot kota yang mencari nafkah, dimainkan oleh si bus itu
Semakin kaku, teralienasi, dan terisolasi
Robot kota yang mencari nafkah memanggil dewi keadilan
Tak kunjung turun, di manakah bayang-bayang dewi keadilan?
Alamnya yang indah dan asri terganti oleh polusi
Polusi-polusi hasil investasi, menganeksasi ekologi
Nampaknya dewi keadilan enggan turun ke Ibu Pertiwi
Ibu Pertiwi telah diperkosa oleh rezim oligarki
Penyunting: Allisa Salsabilla Waskita
Keren